Kan penuh onak dan duri
Aral menghadang dan kedzhaliman
Yang akan kami hadapi
Kami relakan jua serahkan
dengan tekad di hati
jasad ini darah ini
sepenuh ridha Ilahi..
Lagu inilah (maaf, saya lupa judulnya) yang membahana tadi malam di Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya tercinta (yang tercintanya yang Universitas Brawijaya. Sorry, saya bukan mahasiswa FIA ^^). Alhamdulillah (kalau tidak innaalillaah), dalam penghitungan suara calon Presiden BEM dan anggota DPM FIA UB secara otomatis, pasangan yang diusung oleh saudara-saudara saya mendapat kemenangan. Untuk DPM, alhamdulillah cukup telak kemenangannya. Ikhwah yang diusung cukup jauh meninggalkan saingan-saingannya. Sedangkan Presiden, subhanallah, seru! Ketika diperlihatkan lewat slide yang disediakan panitia Pemilwa, terlihat bahwa suara antara calon yang kami usung dengan calon saingan saling kejar mengejar suara. Di awal memang kami terlihat memimpin. Namun di tengah perjalanan mereka mampu membalikkan keadaan. Untungnya hanya sebentar, karena kemudian suara kami mampu mengejar dan tetap memimpin hingga akhir. Tidak telak memang. Perbedaannya kurang dari 100 suara, dengan jumlah pemilih 1317 orang.
Wah, bukan tentang Pemilwanya yang ingin saya ceritakan sekarang. Yang ingin saya ceritakan adalah tentang perayaan kemenangan tersebut.
Segera setelah kemenangan sudah pasti, akh Wahyu Dani, mantan Presiden EM yang baru saja mangkat (karena menemukan pengganti beliau), memimpin semua ikhwah berkumpul di tengah lapangan. Setelah memberi sedikit taujih (arahan), beliau memimpin kami mengucapkan takbir. Allaahu akbar! Allah lah Yang Maha Besar! (Kalau saja kemudian kita semua memahami kalimat agung ini..). Dan setelah beliau menutupnya, salah satu ikhwah yang tidak saya perhatikan siapa, memulai menyanyikan lagu di atas. Ah, syahdu benar terlihat dari wajah mereka dalam perayaan tersebut. Saya hanya bisa tersenyum. Kemudian menghampiri salah satu ikhwah yang berada di pinggir, yang tidak ikut menyanyi. Saya langsung bertanya padanya, "Insya Allah ikhwah di Brawijaya sudah banyak yang menghafal surat ini. Kira-kira yang menghafal surat Al Mursalat, surat sebelum surat An Nabaa', siapa ya?" Kontan mereka tersenyum mendengar pertanyaan yang memang tidak memerlukan jawaban tersebut.
Hukum Lagu
Memang banyak pendapat Ulama' tentang hukum menyanyikan lagu. Ada yang membolehkan. Ada yang membolehkan dengan syarat. Ada pula yang melarang sedari awal. Bahkan kemudian menggolongkannya ke dalam perbuatan syaitan, musuh terbesar kita.
Yang membolehkan, entahlah seperti apa peninjauannya. Mungkin karena menurut mereka lagu merupakan hiburan semata, sehingga tidak apa-apa kemudian bila kita mendengarnya.
Yang membolehkan dengan syarat, mengatakan bahwa hukum lagu pada dasarnya haram (apalagi yang kemudian mengandung unsur perzinaan, nafsu yang menggebu-gebu, bahkan selingkuh, astaghfirullah). Namun kemudian bila dilakukan sebagai wasilah da'wah, kenapa tidak? Karena memang lagu Islami ini (kita sebut saja nasyid), bisa mengandung hikmah, peringatan, dan teladan, yang mampu mengobarkan semangat serta ghirah dalam beragama, membangkitkan rasa simpati, penjauhan diri dari segala macam bentuk keburukan. Seruannya dapat membangkitkan jiwa sang pelantun maupun sang pendengar untuk berlaku taat kepada Allah, merubah maksiat dan pelanggarannya menjadi ketaatan terhadap syariat-Nya. Dari kalangan ini pun terpecah dua, ada yang membolehkan segala jenis alat musik, ada pula yang mengambil cara aman, yaitu dengan acapela.
Yang melarang sedari awal, beralasan bahwa lagu tidak ada dalam sunnah rasul, tidak pernah dicontohkan Rasulullah SAW. Dan setiap yang tidak beliau contohkan adalah bid'ah, dimana semua bid'ah adalah adalah sesat, dan setiap kesesatan adalah di dalam neraka. Rasulullah pun sering bersabda yang isinya mengharamkan lagu-lagu. Apapun itu, apakah kemudian isi yang dibawanya adalah kebaikan, apalagi mengikuti hawa nafsu semata. Perkecualian terhadap satu lagu, yaitu Thala'al Badru (kalau tidak salah), karena lagu ini lah yang mengiringi kedatangan Rasulullah SAW ke Madinah.
wallaahu a'lam.
Bagaimana dengan saya? Jujur, saya tidak terlalu mempermasalahkan pendapat teman-teman yang lain terkait hukum lagu. Ah, begitu indah salah satu tulisan seorang Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah, yang berbunyi kira-kira seperti ini, "Beliau (Rasulullah, red) telah menggambarkan gambaran yang jelas. Jika seseorang dihadapkan kepada suatu perkara untuk bersikap keras atau mudah, misalnya aku berada dalam kesulitan, lalu aku tidak tahu manfaat bersikap keras atau manfaat bersikap mudah dan ringan, maka pilihan mana yang harus kutempuh? Maka aku akan menempuh jalan yang mudah sebab Nabi SAW pernah bersabda: 'Sesungguhnya agama ini mudah!'."
Lalu mengapa saya berkomentar seperti di atas?
Memang merupakan kenyataan ketika saya membolehkan nasyid. Tapi saya lebih memilih mengganti nasyid dengan yang lebih baik darinya. Karena liriknya tidak mengandung polemik sedikitpun. Teringat ucapan salah satu murabbi saya, "Akhi, kalau saja di hati orang telah tertancap keimanan yang benar, maka ia tidak akan membutuhkan nasyid. Cukup Al Qur'an dan dzikir sebagai lagunya. Sebagai penghiburnya.."
Tidak apa-apa kemudian kita menghafal banyak nasyid. Kalau itu bisa dijadikan sarana dakwah, kenapa tidak, bukan? Namun bukankah alangkah baiknya bila yang kita hafalkan adalah surat cinta Allah? Bukankah lebih berkesan bila lisan ini basah dengan dzikrullah? Bukankah lebih bermanfaat bila kita meninggalkan yang meragu-ragukan? Karena menghapal surat cinta Allah (Al Quran) ataupun membasahkan lisan dengan dzikrullah sudah pasti mendapat pahala, bukan? (Tentu dengan niat yang ikhlas).
Tidak apa-apa kemudian kita menghafal banyak nasyid. Kalau itu bisa dijadikan sarana dakwah, kenapa tidak, bukan? Namun bukankah alangkah baiknya bila yang kita hafalkan adalah surat cinta Allah? Bukankah lebih berkesan bila lisan ini basah dengan dzikrullah? Bukankah lebih bermanfaat bila kita meninggalkan yang meragu-ragukan? Karena menghapal surat cinta Allah (Al Quran) ataupun membasahkan lisan dengan dzikrullah sudah pasti mendapat pahala, bukan? (Tentu dengan niat yang ikhlas).
Seperti itulah saudaraku. Silakan kemudian teman-teman mengambil kesimpulan sendiri. Mengambil ibrah sendiri. Mari kita doakan diri kita dan saudara kita, semoga kita semua menjadi hafidz Al Qur'an, bukan hanya sebagai hafidz An Nasyiid. Dan kepada Allah lah kami berlindung dari segala keburukan.
Wallaahu ta'aala a'lam..
4 komen:
setelah kupikir2 kata-katamu bener juga yahh mi??..
Aku kok ganteng bgt yahh?? heran saya...
ckckck.. hahaha
Akh, kalau kasi komen yang bermanfaat dong..
Rusak2 blog orang saja..
itu pengumuman yang sangat bermanfaat mi.. pasti banyak yang suka postinganmu klo q komenin...
Subhanallah.. smoga kita slalu terjaga, dan smoga kt jg tetap bs sling mnjaga.. amin.
Posting Komentar