Tersebutlah seseorang yang dalam perjalanan
jauh. Ia berjalan melewati sebuah kampung, dan menemukan sebuah mushalla. Ia
bermaksud bermalam di sana, ketika sang takmir datang menanyakan maksud dan
tujuan orang tersebut. Setelah tahu kehendak orang tersebut, kontan takmir
mushalla itu mengusir orang tersebut.
Tentu saja orang tersebut keberatan. Ia adalah orang dengan bekal yang sedikit. Lagipula tak ada yang ia kenal di kampung itu. Di mana ia akan bermalam bila tidak diizinkan oleh sang takmir?
Namun rupanya takmir sudah berketetapan hati untuk tidak mengizinkan orang tersebut bermalam di mushalla. Rupanya sang takmir tidak mengenal orang itu. Akhirnya, orang itu pun kembali melanjutkan perjalanan, mencari tempat bermalam.
Tak berselang lama, bertemulah ia dengan seorang pembuat roti. Setelah berbincang sebentar, akhirnya setelah mengetahui kesulitan sang pengembara, tukang roti itu menawarkan rumahnya sebagai tempat menginap. Tentu saja sang pengembara itu gembira bukan main.
Setibanya di rumah sang pembuat roti, mulailah orang tersebut takjub dengan kegiatan tukang roti tersebut. Ketika ia membuat roti, ketika ia mengaduk adonan yang akan dibuat roti, sang pembuat roti selalu mengucapkan istighfar. Ya, hanya istighfar. Lemah namun pasti. Hingga akhirnya menimbulkan tanda tanya di hati orang tersebut.
“Sejak aku melakukan hal ini,” ujar tukang roti menjawab pertanyaan orang tersebut, ”semua doaku selalu dikabulkan Allah. Kecuali satu..” “Apa itu?” orang tersebut keheranan. “Aku ingin sekali bertemu dengan orang orang shalih pada zaman ini bernama Imam Ahmad.”
****
Teman-teman bisa menebak sendiri apa kelanjutannya. Ternyata orang yang menginap itu adalah Imam Ahmad, pendiri salah satu madzhab yang banyak diikuti umat Islam sedunia. Karena pertemuan itu, genaplah semua doa sang tukang roti. Imam Ahmad berpikir, tentunya perjalanannya, pengusiran ia dari mushalla, hingga bertemunya ia dengan tukang roti telah diskenario Allah hanyalah untuk menjawab doa tukang roti yang terakhir.
Ya, ternyata sesederhana itu amal kebaikan yang dilakukan oleh sang pembuat roti. Tak berat, hanya perlu konsistensi. Dan lihatlah dampaknya. Semua doanya terkabul! Bahkan sang Imam pun terkagum-kagum dibuatnya. Lalu bagaimanakah dengan kita? Akankah menjadi orang yang tetap diam tanpa ada keinginan untuk menirunya? Ataukah telah tertancap tekad di hati untuk melampaui sang tukang roti?
Ya Allah, ampunilah kami, dan kedua orang tua kami, dan orang-orang muslim semuanya..
4 komen:
semoga dimudahkan selalu dalam beramal shaleh, nasehat-menasehati dalam kebenaran dan kesabaran
barakallahu fikum
(akhirnya bs membalas komentar jg)
Sama2 saling mendoakan (senjata orang beriman) dlm kebaikan, dan semoga tetap terhubung dalam ukhuwah cinta-Nya :-)
owh jadi dari sini toh BK ngambil artikelnya..
Bukan akh, ane yg ngambil punya BK :D
Posting Komentar