Matematika merupakan salah satu
pelajaran yang paling saya gemari. Terlepas saya sekarang kuliah di jurusan
Matematika, saya memang suka Matematika sejak dulu masih SD. Terlepas pula saya
dikatakan cukup cemerlang dalam mengerjakan soal Matematika, saya suka
berlama-lama mengerjakan soal Matematika, bahkan seringkali saat beribadah,
yang terpikir adalah, “kalau saya pakai cara ini, mungkin jawabannya seperti
ini.”
Dan saya beruntung memilih
Matematika. Bagaimana pun mata pelajaran yang katanya “paling eksak” itu
memberi saya banyak pencerahan.
Benarkah Matematika itu pelajaran
yang paling eksak?
Saya yakin, ingin bilang tidak.
Bahkan Matematika, yang katanya jawabannya paling pasti, ternyata bisa
menjelaskan banyak hal-hal yang tidak eksak. Hal-hal yang seolah-olah tidak ada
dalam kehidupan kita. Namun dalam Matematika itu ada! Bahkan keberadaannya
sangat diperlukan oleh banyak orang.
Salah satu contohnya, bilangan
imajiner. Bilangan yang didapat dengan mengakarkan suatu bilangan negatif ini
dikatakan imajiner, karena memang merupakan bilangan imajinasi pembuatnya.
Seberapa banyakkah bilangan itu? Ingat, bilangan itu imajinasi. Dan, dulu saya
pun kebingungan, untuk apa menghitung sebuah bilangan yang merupakan imajinasi
manusia? Namun teman saya menyahut, “tidak Hel, bilangan imajinasi digunakan
saat menghitung penyusutan kabel.” Ya, benar, bahkan bilangan yang tidak ada
itu pun sebenarnya ada, dan berguna.
Mungkin itu pula filosofi Tuhan.
Kita tidak bisa mengatakan tidak ada Tuhan hanya karena kita tidak bisa
melihat-Nya, tidak pernah bertemu dengan-Nya. Namun, sebagaimana bilangan
imajiner, Tuhan pun tetap ada. Tuhan Maha Ada. Dan Tuhan pun tersenyum kepada
manusia dengan nikmat-nikmat-Nya.
Ada pula perbandingan yang
diutarakan guruku dulu. “Kita ketahui Tuhan itu ada satu, sedangkan manusia itu
di hadapan-Nya bagaikan tidak ada.” jelas guruku dulu. “Jadi, bila kita
membandingkan Tuhan dengan semua ciptaan-Nya, yaitu satu (1) dibagi nol (0),
hasilnya adalah tak terdifinisi.” Cantik sekali. Dan demikian pula
kebalikannya.
Matematika pun bisa menjelaskan
tentang dekatnya Tuhan ke kita, sehingga dimisalkan, lebih dekat dari urat nadi
kita. Di Matematika terdapat definisi limit. Limit (xà a) f(x) artinya nilai x
didekatkan sedekat-dekatnya ke nilai a, namun tidak pernah boleh sama dengan
nilai a. Bila langsung disamakan nilainya dengan nilai a, maka yang sering
terjadi adalah tidak berhasilnya mendapatkan nilai limit tersebut. Demikian
pula Tuhan. Tuhan sangat dekat dengan kita, sangat dekat!! Namun Tuhan tak
pernah sama dengan manusia. Bagaimana pun Tuhan tetaplah sebagai ilah yang kita
sembah. Sedangkan kita tetaplah sebagai abid yang menyembah. Sehingga sedekat
apapun jaraknya, tetaplah kita berbeda.
Mungkin banyak contoh-contoh lain
dari pemahaman arti Tuhan. Tak perlu menguasai Matematika untuk membuktikan
adanya keberadaan dzat yang Maha Kuasa di alam semesta ini. Tak perlu menjadi
ilmuwan untuk meyakini dengan sebenar-benarnya keyakinan bahwa kita tidak
sendiri. Yang kita perlukan hanya sedikit waktu untuk merenung, untuk apa kita
diciptakan, siapa yang menciptakan kita, lalu di mana akhir perjalanan hidup
kita kelak.
Ya Allah, masukkanlah aku dengan pemasukan yang baik, dan keluarkanlah aku dengan keluaran yang baik.
0 komen:
Posting Komentar