Rabu, 05 Januari 2011

Ada yang Bekerja Untukmu!!

Teman, sering makan nasi, bukan?

Saya rasa, bila teman-teman ashli Indonesia, teman-teman setidaknya pernah makan nasi. Dan saya yakin, mayoritas yang membaca blog ini pun adalah yang menjadikan nasi sebagai makanan utama sehari-hari. Entah kemudian yang ngekos menambahkannya dengan mi instan. Atau mungkin makanan sehari-harinya adalah puasa (salut). Tapi, setidaknya pernah makan nasi, bukan?

:)


Semua tahu nasi berasal dari beras. Dan beras berasal dari padi. Namun berapa orang kah di antara teman-teman yang pernah mendapatkan nasi, tidak secara langsung, tapi kemudian ia yang menanam benih padi, ia yang merawatnya, ia yang memanennya, membuatnya menjadi beras, dan terakhir menjadi nasi? Sekarang, saya yakin yang menjawab "pernah" (saya tidak bertanya sering) tidak lebih dari satu. Tentu merepotkan sekali, bukan? Dan itu tak berlaku pada nasi saja. Lanjutkan saja dengan lauk pauk yang teman-teman makan sehari-hari.

Mengapa saya bertanya? Karena saya pun tidak pernah melakukannya. Karena ternyata ada orang-orang lain yang melakukannya untuk kita. Ada yang bekerja untuk kita. Ada yang menanamkan kita padi, memanennya, membuatnya menjadi beras, dan akhirnya menanakkan kita nasi. Yang lalu kita beli hasil payah mereka di warung hijau dekat gerbang peternakan (tempat makan favorit saya ^^). Itu untuk nasi saja. Jangan lupakan tempe yang menjadi menu wajib saya di warung itu. Berbeda pula. Namun akhirnya pun kita membayarnya. Membayar mereka-mereka yang bekerja untuk kita.

Pernah bayangkan, teman? Seandainya tak ada yang bekerja untuk kita. Seandainya nasi yang kita makan harus kita tanam sedari ia masih menjadi padi. Seandainya tempe yang enak itu mesti kita olah sedari ia masih berbentuk kedelai. Mungkin sedikit yang benar-benar sehat, karena kebutuhan gizinya tidak terpenuhi (pemenuhan karbohidrat lewat nasi saja sudah sebegitu panjangnya). Yah, inilah jalan syukur kita. Bersyukur atas orang-orang yang bekerja untuk kita. Kita tidak mengenal mereka, sebagaimana mereka pun tidak mengenal kita. Karena uang-uang yang kita bayarkan memang secara tak langsung menyentuh mereka.

***

Pagi ini saya melihat bentuk berbeda dari orang-orang yang bekerja untuk orang lain. Mereka berdiri di depan gedung rektorat, meneriakkan hal-hal yang belakangan ini mengiris hati kebanyakan mahasiswa baru. Padahal di antara mereka bukan mahasiswa baru. Namun mereka bekerja untuk mahasiswa baru. Untuk orang yang tak lebih dari satu semester mereka kenal (malah, bukannya banyak di antara mereka yang tidak saling kenal?)

"Turunkan SPP!!"

"SPP tidak adil!!"

"Katanya pendidikan, nyatanya pemerasan!!"

Saya tersenyum mendengar teriakan mereka dalam aksi damai tersebut. Terlepas apakah aksi tersebut ahsan atau tidak (mungkin ada yang menganggap ada cara lain yang lebih baik). Terlepas apapun atribut yang mereka pakai (mungkin BEM, mungkin EM, mungkin KAMMI, mungkin mahasiswa biasa). Terlepas dari itu semua. Mereka bekerja untuk orang lain.

Mereka berteriak di tengah jalan karena orang lain juga. Mereka berdiri menantang terik matahari karena orang lain juga. Mereka bersabar menunggu tanggapan pihak rektorat demi orang lain juga. Bukan demi diri mereka sendiri (saja). Dan bila contoh-contoh orang-orang yang bekerja demi orang lain di atas digaji, maka mereka yang berteriak-teriak itu pun digaji. Mungkin segelas air mineral yang dibagikan di tengah acara. Mungkin nama mereka yang semakin dikenal, walau mereka tak mengharapkannya. Mungkin pujian dari yang mereka perjuangkan dan cemohan dari yang menganggapnya tak ada kerjaan. Mungkin pula (yang paling penting), gelar manusia terbaik dari lisan seorang insan yang tak pernah keluar darinya kedustaan.

"Sebaik-baik di antara kalian adalah yang paling bermanfaat bagi manusia"

Dan, tidak hanya mereka saja yang mengharapkannya. Banyak kemudian pejabat-pejabat di sana yang memperjuangkan kemerdekaan kita dari segala bentuk penjajahan (penjajahan barat, penjajahan gaya hidup, penjajahan kemiskinan). Banyak pula da'i-da'i dan ulama'-ulama' di penjuru dunia yang bekerja menyebarkan kedamaian Islam. Tak sedikit pula guru-guru yang mengajarkan ilmu, berharap muridnya akan menyebarkan pemahaman. Bahkan tukang sapu di pinggir jalan di negeri antah berantah pun bekerja untuk kita. Tinggal kita saja yang mesti merenungi seperti apa.

Satu pelajaran hari ini.

Tambahan satu hal yang perlu kita syukuri. Orang-orang yang tak kita kenal yang bekerja untuk kita.

Teman, mari kita berdoa bagi mereka. Semoga kita dan mereka diberi keistiqomahan dalam dien ini. Semoga kita dipertemukan dengan mereka dalam jannah-Nya nanti. Semoga kemudian segala jerih payah ini (kita dan mereka) dibalas dengan ridho-Nya.

Amin.

2 komen:

Sofyani Wulansari mengatakan...

khdupan sy dekat dg petani, jadi tau bagaimana rasanya menyuguhkan butir2 nasi di tengah2 kalian. memang, bahwa setiap muslim itu bersudara. untuk itulah, rela berkorban demi saudaranya yg bahkan belum dikenal.

Helmy Hidayat mengatakan...

Rumah sy jg mewah (mepet sawah). Karena kita telah mendapatkan manfaat dari mereka, mari kita membalasnya semampu kita. Bahkan walau hanya dengan doa..

Posting Komentar