Sabtu, 27 November 2010

Prestasi Sejati


Mushab bin Umair namanya. Seorang remaja Quraisy terkemuka, seorang pemuda yang paling tampan berseri wajahnya, penuh dengan jiwa dan semangat kemudaan.

Berasal dari keluarga yang terhormat. Mungkin tak seorang pun di antara anak-anak muda Mekkah yang beruntung dimanjakan oleh kedua orang tuanya demikian rupa sebagaimana yang dialami Mushab bin Umair. Kesehariannya, tidaklah ia berpakaian melainkan dengan pakaian yang terbagus. Minyak wangi pun menjadi bagiannya pula sehingga tidaklah kita akan menemukannya saat itu kecuali ia dalam keadaan wangi. Tak heran jika pemuda yang biasa hidup mewah dan manja ini, menjadi buah bibir gadis-gadis Mekkah dan menjadi bintang di tempat-tempat pertemuan.


Hingga kemudian tersiarlah kabar yang tersebar luas di kalangan warga Mekkah mengenai Nabi Muhammad SAW. Rasulullah SAW yang membawa Islam. Mushab bin Umair pun tertarik ingin tahu. Ia pun mendatangi majelis Rasulullah, dan ia pun masuk Islam. Ibunya (yang masih kafir) pun murka mengetahui keislaman putranya. Dipenjarakanlah anaknya di sudut rumah, berharap agar putranya kembali ke agama berhala. Namun Mushab bin Umair sudahlah kokoh imannya dalam berIslam. Sehingga singkat kata, diusirlah Mushab sambil berkata, “Pergilah sesuka hatimu! Aku bukan ibumu lagi!”. Mushab pun meninggalkan ibunya dengan air mata.

Demikian Mushab memilih meninggalkan kemewahan dan kesenangan yang dialaminya selama itu. Pemuda ganteng dan parlente itu, kini memakai jubbah using yang bertambal-tambal. Para sahabat sama menundukkan kepala dan memejamkan mata, sementara beberapa orang matanya basah karena duka memandang Mushab yang sekarang. Padahal belum lagi hilang dari ingatan mereka – pakaiannya sebelum Islam – tak ubahnya bagaikan kembang di taman, berwarna-warni dan menghamburkan bau yang wangi.

Rasulullah pun berkata tentang Mushab, “Dahulu saya melihat Mushab ini taka da yang mengimbangi dalam memperoleh kesenangan dari orang tuanya, kemudian ditinggalkannya semua itu demi cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya.”

***

“Muda hura-hura, tua kaya-raya, mati masuk surga”.

Hemm.. siapa sih yang tak kenal dengan semboyan itu? Tentulah idaman setiap dari kita. Habis, siapa sih yang tak mau? Saya pun juga mau.

Namun sayangnya, tak banyak orang yang seberuntung kondisi di atas. Tak semua kita dibesarkan di keluarga mewah. Tak semua dari kita akan tahu bahwa kita kelak akan menjadi kaya. Masuk surga? Ini apalagi.

Namun jika semisal kita diberi satu dari tiga opsi di atas, manakah yang akan kita pilih? Saya yakin, meski ia seorang pemabuk, penjudi, atau koruptor kelas tinggi sekalipun, kesemuanya dari kita akan memilih yang terakhir. Mati masuk surga.

Dan memang inilah jalan pilihan sang selebritis Mekkah. Mushab bisa saja memilih dua yang terawal. Sungguh tak sulit baginya mendapatkan kedua hal tersebut. Namun jalan keimanan telah membuatnya memilih akhirat sebagai cita-citanya yang sejati.

Sayangnya kita seringkali lupa bahwa kita pun diberi pilihan itu. Seringkali pula kita berharap enak-enakan saja tanpa mau berusaha. Padahal jangan harap, bahwa jalan menuju cita-cita kita akan mulus. Sama halnya ketika naik gunung. Jalan menuju puncak gunung adalah jalan yang berat. Jalan yang lama, berat dan melelahkan. Sangat berbeda halnya ketika kita turun gunung.

Ada sebuah nasehat dari ustadz Rahmat Abdullah. “Allah SWT akan senantiasa menguji kita pada titik terlemah kita. Orang yang lemah dalam masalah uang, namun kuat dalam masalah jabatan dan wanita, tidak akan pernah diuji dengan wanita dan jabatan. Orang yang senantiasa mudah tersinggung dan marah, maka ia akan selalu diuji oleh Allah dengan dipertemukan dengan orang-orang yang senantiasa membuatnya tersinggung dan marah. Sampai ia berhasil memperbaiki kelemahannya itu dan tidak lagi mudah tersinggung dan marah.”

Dan Mushab pun diuji dengan ibunya yang menentang keimanannya. Mushab pun diuji untuk berlepas dari semua kemewahan dan gemerlap yang selama ini didapat dari ibunya. Semata-mata untuk jalan keimanan. Untuk surga yang didambakannya.

Dan Mushab pun berhasil! Ia pun syahid di medan perang Uhud. Sang pemuda tampan ini syahid dengan hanya meninggalkan sehelai kain Burdah yang tak cukup untuk menutupi jenazahnya.

Jadi sahabat, jika dari tiga opsi tadi kita memilih “Mati masuk surga”, kenapa pula kita terlalu malas untuk meraihnya?

Temukan apa kelebihanmu. Kalahkan segenap kelemahanmu. Lalu berprestasilah untuk akhiratmu. Lalu kejarlah surgamu.

Jadi sudah saatnya bagi kita untuk mengubah tiga impian teratas menjadi lebih realistis.

Muda banyak amalnya. Tua banyak hikmahnya. Mati masuk surga.

Bagi saya, inilah Prestasi Sejati yang sebenarnya….

Selamat berkarya saudaraku. Semoga kita dipertemukan di puncak gunung cita-cita, di jannah-Nya kelak. Amin.


Oleh : Toni Tegar Sahidi – Mentor Fakultas MIPA Universitas Brawijaya

1 komen:

Anonim mengatakan...

luar biasa

Posting Komentar